3 Tips Dalam Mengajarkan Pendidikan Seks Bagi Anak dan Remaja

Banyak orang tua yang masih bingung bagaimana memberikan pendidikan seks untuk remaja dengan tepat. Kebingungan ini yang menyebabkan seks jadi topik yang tidak pernah dibicarakan. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan bahwa pendidikan seks dapat menunda pekerjaan seksual, mengurangi kejadian infeksi menular seksual, hingga kehamilan yang tidak direncanakan.
Melakukan pendidikan seks, anak akan belajar tentang faedah tubuhnya, menghindari yang seharusnya tidak dilakukan, dan memahami konsekuensi dari perbuatannya. Oleh karena itu, pendidikan ini sangat penting karena dapat membantu anak terhindar dari risiko pelecehan sampai pembiasan seksual.
1. Beri tahu tentang mitos dan fakta
Anak dapat menggali informasi tentang seks dari buku, internet, majalah, atau teman-temannya. Informasi yang ia terima belum tentu benar. Pendidikan seks untuk remaja harus bisa meluruskan antara mitos dan fakta tentang seks, perlengkapan kontrasepsi, kiat penularan HIV/AIDS dan infeksi menular seksual, atau hal-hal yang dapat menunda kehamilan.
2. Bangun suasana yang nyaman
Ketika memulai pendidikan seks untuk remaja, lakukan saat suasana hati anak sedang baik. Orang tua pun dapat mengemukakan pengalaman untuk memancing anak, “Ayah/Ibu mulai tertarik untuk berpacaran saat seusiamu. Bagaimana dengan kamu?”
3. Berikan penjelasan dengan bahasa yang tepat
Pendidikan seks untuk remaja bila disebutkan dengan bahasa yang vulgar akan membuat anak malu. Sebaliknya, bahasa yang terlalu ilmiah akan membuat anak tidak mengerti. Hindari pembicaraan yang berbelit-belit karena anak bisa kehilangan minat atau salah tangkap.
Topik pendidikan seksual untuk remaja tentu berbeda dengan pendidikan seksual untuk anak-anak. Berikut ini merupakan topik pendidikan seks yang harus diketahui oleh remaja menurut penjelasan dari International Guadiance Sexuality Education:
1. Pernikahan penuh tantangan
Anak yang berpacaran harus mengetahui bahwa risiko kehamilan di luar nikah merupakan pernikahan. Pernikahan itu tidak mudah. Oleh karena itu, orang tua dapat menganjurkan pada anak untuk menunda pernikahan dan terkaitseksual sampai umur 20 tahun. Hal ini dilaksanakan supaya anak bertanggung jawab terhadap sikap yang diambil.
2. Peran keluarga bisa berubah saat memahami ada anggota keluarga yang hamil, menunjukkan orientasi seksual tertentu, atau menolak menikah
Orang tua dapat menyatakan apa itu LGBT dan bagaimana masyarakat memandang LGBT di negara ini. Jika Anda termasuk orang tua yang khawatir, sampaikan kekhawatiran dengan jelas tanpa memberikan stigma. Misalnya, cemas sebab LGBT dilarang agama dan keyakinan keluarga.
3. Anak harus mengetahui hukum pelecehan dan kekerasan seksual
Anak harus mengetahui bahwa kegiatan seksual harus didasari persetujuan kedua belah pihak. Jika tidak, maka tersebut dapat tergolong pelecehan seksual. Setiap orang yang menggarap pelecehan atau kekerasan seksual harus bertanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku.